Shalat dhuha yakni amal istimewa. Banyak keajaiban seputar rezeki menghampiri mereka yang rutin menjalankan shalat Dhuha. Salah satunya perjaka ini, sebut saja namanya Abdullah.
Awalnya, Abdullah tidak terlalu perhatian dengan shalat dhuha. Apalagi, pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta di Surabaya sangat padat di waktu dhuha.
Ketika beliau berpindah kerja yang lebih longgar waktunya, secara kebetulan beliau juga mengetahui keutamaan sholat dhuha. Bahwa shalat dhuha diwasiatkan Rasulullah untuk senantiasa dikerjakan, shalat dhuha dua rakaat senilai 360 sedekah, shalat dhuha empat rakaat membawa kecukupan sepanjang hari, bahkan shalat dhuha berpahala umrah.
Jadilah Abdullah memulai shalat Dhuha. Dan keajaiban demi keajaiban pun mengalir semenjak hari-hari pertama.
Selang sekitar tiga jam sehabis Abdullah menunaikan shalat Dhuha, seorang rekan kerja mentraktirknya. “Alhamdulillah, makan siang gratis,” kata Abdullah mensyukuri nikmat di hari pertama beliau berkomitmen merutinkan shalat dhuha. Mungkin bagi orang lain mendapat traktiran makan siang bukanlah rezeki, namun bagi Abdullah, beliau mulai menghubungkannya dengan shalat dhuha. Terlebih di hari kedua ada rezeki lain yang datang.
“Ini untuk apa, Bos?” Abdullah terkejut mendapat amplop dari atasannya.
“Semacam bonus lah,” jawab atasannya sembari tersenyum.
Jika ditraktir yakni hal sangat biasa bagi banyak orang, mendapat rezeki nomplok berupa bonus yang tak diperkirakan sebelumnya benar-benar keajaiban bagi Abdullah. Ini membuatnya sangat bersemangat merutinkan shalat dhuha.
Di hari ketiga, Abdullah menanti-nanti kira-kira sanggup rezeki apa beliau hari ini. Sejak pagi diperhatikannya segala hal yang terjadi. “Nggak ada rezeki nomplok nih hari ini,” simpulnya sehabis jam kerja hampir usai.
“Astaghfirullah,” Abdullah terhenyak. Mengapa beliau jadi sangat materialis memperhitungkan rezeki sehabis shalat dhuha. Padahal beliau sudah tahu konsep ikhlas; beribadah semata alasannya yakni Allah, bukan alasannya yakni ingin mendapat dunia. Kalau beliau jadi tak semangat shalat dhuha alasannya yakni tak ada rezeki nomplok, itu yakni indikator ke-tidak ikhlas-an. Jika ikhlas, semestinya amal ibadahnya tak terpengaruh dengan hal-hal duniawi yang beliau dapatkan atau tidak.
Abdullah bertekad untuk tidak menghitung-hitung akhir duniawi yang beliau dapatkan dari shalat dhuha, meskipun beliau masih mempunyai keyakinan bahwa salah satu faedah shalat dhuha yakni memperlancar rezeki. Ia berusaha lebih ikhlas, meskipun beliau masih meyakini bahwa meminta kepada Yang Mahakuasa tidak harus dipertentangkan dengan keikhlasan.
“Bruakkk!” Abdullah terkejut setengah mati. Sebuah motor menabrak motornya dari belakang. Ia sempat oleng, namun tidak terjadi apa-apa. Justru motor yang menabraknya itu yang jatuh. Seketika kemudian lintas di belakangnya menjadi macet. Ia hendak berhenti, tapi sejumlah orang yang sigap menolong penabraknya itu mempersilahkan untuk melanjutkan perjalanan. “Terus saja, Mas. Terus saja. Mas nggak salah. Biar kami urus.”
Rupanya itu keajaiban di hari ketiga. Nilai bahan dan keselamatannya lebih besar dibandingkan bonus yang diterimanya di hari kedua.
Abdullah tertegun. Betapa Maha Pemurahnya Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala. Baru saja beliau merutinkan shalat dhuha, keajaiban demi keajaiban telah dirasakannya. Dan itu terus berlanjut di hari, bulan dan tahun berikutnya. Semoga Abdullah mau menuturkannya kembali kepada Bersamadakwah untuk dibagikan kepada pembaca.
Anda juga pernah mengalami keajaiban shalat Dhuha?