Pemberian kartu kuning yang dilakukan oleh Ketua BEM UI kepada Jokowi menjadi pembicaraan di kalangan warganet.
Hingga kabar ini menerima balasan dari akun Twitter @papua_satu.
Akun yang menyampaikan berkediaman di Papua ini mengatakan, "Jika tenaga medis dijadikan alasan memberi kartu kuning pada Pak Presiden @jokowi maka kami mengundang dokter dokter muda @univ_indonesia untuk praktek di pedalaman Papua, jangan hanya banyak bicara saja di Jakarta sana. Cc @PemprovPapua @KedokteranUI #KartuKuningJokowi"
Akun ini juga melaksanakan pembelaan kepada Jokowi.
Dirinya menyampaikan Jokowi sudah melindungi suku Asmat, dan kasus gizi jelek di sana sudah teratasi.
@papua_satu: Pak Presiden @jokowi tidak melindungi suku Asmat? Kaka ko tra perna baca berita?
Dari kemarin kemana saja? Gizi jelek su tamat gres kasi kartu kuning ini sama saja kasi kartu kuning pemain sepakbola diluar stadion, itu arif kah genius eee namanya.
(baca: Pak Presiden Jokowi tidak melindungi Suku Asmat? Kakak kamu tidak pernah baca berita? Dari kemarin kemana saja? Gizi jelek sudah tamat gres kasih kartu kuning ini sama saja kasih kartu kuning sepakbola diluar stadion. Itu arif atau genius namanya?)
Dikabarkan sebelumnya, Jokowi menawarkan pidato sambutannya dikala program Dies Natalis UI ke 68 di Balairung UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/2/2018).
Tidak usang usai sambutannya, secara tiba-tiba seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menciptakan kegaduhan sampai dirinya diamankan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Mahasiswa yang melaksanakan agresi tersebut merupakan Ketua BEM UI 2018, Zaadit Taqwa.
Dirinya mengaku melaksanakan agresi nekat karena mempunyai tiga tuntutan kepada Jokowi.
Tiga tuntutan tersebut antara lain:
1. Terkait gizi jelek di Papua untuk segera diselesaikan oleh pemerintah alasannya lokasi insiden luar biasa campak dan gizi jelek di Kabupaten Asmat, merupakan bab dari Indonesia.
"Kami ingin mau dipercepat penyelesaiannya alasannya sudah usang dan sudah banyak korban," ucapnya.
2. Plt atau penjabat gubernur yang berasal dari perwira tinggi TNI/Polri.
"Kita tidak pingin jika contohnya kembali ke zaman orde baru, kita tidak pengen ada dwifungsi Polri, dimana Polisi aktif pegang jabatan gitu (gubernur) alasannya tidak sesuai dengan UU Pilkada dan UU Kepolisian," papar Zaadit.
3. Persoalan Permenristekdikti wacana Organisasi Mahasiswa (Ormawa) alasannya sanggup mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.