Roda kehidupan memang sangat keras.
Perlu usaha dan pengorbanan besar untuk bisa melaluinya.
Apalagi bila semenjak lahir, kita ditakdirkan mengalami ketidakberuntungan.
Ya, setiap insan tidak bisa menentukan dari orangtua mana ia akan dilahirkan.
Ini jugalah yang dialami laki-laki berjulukan Boimin ini.
Ia terlahir dari kedua pasangan yang sangat sederhana, bila tidak mau dibilang sangat miskin.
Ketiga kakaknya bernasib tragis, meninggal alasannya yaitu kurang gizi.
Bahkan, tak usang sehabis ia lahir ayah kandungnya meninggal dunia alasannya yaitu permasalahan yang kurang lebih sama.
Jangan bayangkan menyerupai keluarga pada umumnya yang bisa makan tiga kali sehari, keluarga ini untuk makan sehari sekali saja cukup kerepotan.
Si ibu pun menikah lagi dengan sosok laki-laki yang kondisinya setali tiga uang, sama-sama miskin.
Tapi ada kelebihan ayah tirinya tersebut, ia memberi semangat dan usaha semoga semangat menjalani hidup.
Ibu kandungnya pun ikut mendukung.
Untuk menutup biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari anak, baik ayah tiri maupun ibu kadang harus berutang ke sana kemari
Sayangnya, lingkungan si anak justru seolah mencibir dan menghina apa yang dilakukan keluarga ini.
"Miskin kok maksa sekolah, tau diri lah," begitu nyinyiran kebanyakan tetangga.
Tapi, keluarga ini terus berjuang, meski tantangannya berat alasannya yaitu biaya kuliah semakin hari semakin tinggi dan mahal.
Perjuangan mereka berakhir manis.
Boimin sukses dan berhasil bungkam para penghinanya.
Hal ini dikisahkan oleh sebuah akun Facebook Yuni Rusmini yang kemudian jadi viral di antara masyarakat.
Berikut kisah lengkapnya:
Kisah Inspirasi Dari Teguhan Paron Ngawi.
Harta bukan segalanya untuk meraih mimpi.
Mas Boimin yaitu sosok ide dengan niat yang berpengaruh dan usaha yang tekun dan doa tulus orang renta jadinya bisa meraih mimpinya.
Man jadda wajada.....Ini kisahnya Dan tonton videonya......????????????????????????????????????????????????
Pengepul Ayam Antarkan Anaknya Ke Jenjang Pendidikan Tinggi
LAHIR dari keluarga biasa, bahkan dikategorikan miskin, namun tidak menyurutkan tekad Boimin (32) dalam menggapai cita-cita. Warga Dusun Winong, Desa Jembangan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu sekarang bekerja sebagai Asisten Dosen di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang.
Pada 22 Agustus 2016 lalu, ia terbang ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi S2 di University of Massachussets. Boimin meraih beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Keuangan.
Boimin lahir empat bersaudara. Akan tetapi ketiga kakaknya meninggal ketika kecil alasannya yaitu kekurangan gizi. Hanya Boimin, anak bungsu pasangan Wartini dan Amat Tukirin yang berhasil diselamatkan.
Duka terus berlanjut, ayahnya Amat Tukirin turut dipanggil kehadirat-Nya alasannya yaitu permasalahan yang kurang lebih sama.
Boimin kecil selanjutnya diasuh Wartini yang lantas menikah dengan Wagito. Ayah barunya ini pulalah yang kemudian menunjukkan semangat dengan tulus kepada Boimin kecil untuk belajar.
Wagito dan Wartini tidak mengijinkan Boimin kecil mengerjakan pekerjaa nlain selain berguru dan meraih keberhasilan di sekolah.
Sehari-hari, ayahnya bekerja sebagai pengepul ayam kampung dan dijual ke Pasar Ngawi. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bisa dibilang keluarga Wagito pas-pasan. Bahkan kerap mencari utangan ke tetangganya.
"Saya ini langganan pinjem uang untuk sekolah Boimin, ada yang dibayar secara harian, mingguan, atau bulanan," terperinci Wagito.
Tak jarang, Wagito dan Wartini dicemooh tetangganya alasannya yaitu dianggap terlalu memaksakan anaknya sekolah padahal hidupnya pas-pasan. Semua itu tetap menjadi masukan berarti, namun tekadnya mengalahkan cemoohan para tetangganya.
"Anak kami itu hanya Boimin sehabis kakak-kakaknya dan ayahnya meninggal. Makara Boimin harus berhasil dalam hidupnya, tak ada pilihan lain. Itu yang selalu saya tekankan pada Boimin," tuturnya.
Wagito bekerja keras untuk mewujudkan harapannya itu. Siang hari ikhtiar bekerja menjadi pengepul ayam kampung, malamnya ikhtiar meminta kepada Tuhan SWT. Semua itu dilakukan semoga sekolah anaknya dilancarkan dan meraih masa depan yang lebih baik.
Boimin, ceritanya, dalam keseharian tidak bermain dengan teman-teman sebaya. Pulang sekolah, Boimin berguru sebentar untuk kemudian ngaji di masjid akrab rumahnya pada sore hari. Malamnya berguru sebentar dan tidur.
Masih belum cukup, usai sholat subuh bersama kedua orang tuanya Boimin kecil masih menyempatkan kembali belajar.
"Tidak ada televisi, radio, atau hiburan apapun. Kami, bila enggak tidur ya nemenin Boimin belajar," terperinci Wagito.
Apa yang diterapkan dan dilaksanakan dengan baik oleh Boimin. Hasilnya, semenjak SD sampai Sekolah Menengan Atas anaknya selalu menduduki ranking lima besar. Dari SMA, Boimin diterima di Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw.
"Biaya kuliah ketika itu sekitar Rp 375 ribu per semester. Untuk biaya hidup, kami hanya ngasih sekitar Rp 150 ribu per ahad setiap beliau pulang. Cukup atau tidak saya tidak tahu, tapi Boimin tidak pernah minta lagi dan tidak pernah ngeluh," urainya.
Hal lain yang turut membanggakan Wagito, mulai muncul kesadaran warga sekitar. Tetangganya yang bisa mulai menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan tinggi.
"Sebelumnya nyaris tidak ada, tapi sehabis Boimin kuliah, banyak yang nguliahin anaknya. Mungkin mereka tertantang, masak kami yang miskin ini bisa nguliahin anaknya, kok mereka enggak tertarik padahal lebih mampu," beber Wagito.
Boimin sendiri dalam proses pendidikannya diketahui pernah meraih Anugerah Youth National Science and Technology Award Tahun 2010, Program Kapal Pemuda Nusantara (KPN) 2010, Pemuda Berprestasi 2011. Boimin juga sempat menjadi Ketum Korps Alumni (KPN).
Atas keberhasilan Boimin itu, orang tuanya Wagito diganjar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi sebagai salah satu dari 15 orang sebagai akseptor Apresiasi Orang Tua Hebat 2016.
Penghargaan diberikan Mendikbud pada pertengahan tahun ini. Mendikbud berharap penghargaan yang diberikan sanggup memotivasi dan menginspirasi orang renta lainnya se-Indonesia.
Sementara Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Ditjen PAUD dan DIKMAS, Sukiman, menyatakan keluarga yaitu pendidik yang pertama dan utama. Keteladanan keluarga merupakan investasi luar biasa bagi bangsa Indonesia. Konsep keluarga sebagai pendidik semenjak usang dicetuskan Ki Hajar Dewantara.
Sejak tahun 1935, Ki Hajar Dewantara mencetuskan Tri Sentra Pendidikan, yakni pedidikan alam keluarga, pendidikan alam perguruan tinggi dan pendidikan alam pergerakan pemuda.
#mari berguru dari kisah mas Boimin Ini, support ortu , niat ,tekad ditambah kepandaian adlh modal utama meraih cita cita Dan uang hanya sarana , insa Tuhan Ada jalan selama Kita sll optimis .
#yunirusmini fb
#viralkan Ini ide buat Anak Dan ortu utk tdk pantang mengalah bila ingin sukses.
#colek Pak Agus Bandono Bandono......mas Boimin Ku post Pak mau Ku tag fbku gk berteman dgnnya....????????????????????????????????